Saat sekarang ini
siapa sih yang tidak menyukai kopi. Kegiatan ngopi saat ini sudah
banyak digandrungi para kawula muda. Kalau dulu, ngopi hanya identik dengan
para orang tua yang biasa menjaga pos ronda atau kegiatan-kegiatan begadang
lainnya. Saat ini, aktivitas ngopi sudah menjamur di berbagai usia dan timbulah budaya Ngopi.
Yogyakarta, Kota yang dikenal
dengan julukan Kota Pelajar ini, tentu
tidak akan ketinggalan dengan budaya Ngopi tersebut. Dengan populernya budaya
Ngopi di Yogyakarta, banyak sekali warung-warung Kopi mulai bermunculan. Dari
yang harganya selangit sampai yang bersahabat juga ada. Khusus di sekitaran
UIN, banyak warung kopi yang melegenda seperti; Blandongan, Kebun-laras, dan
tak lupa Mato, sampai para
pendatang baru seperti; Basa-basi café, Main-main café, dan lain-lain.
Dengan berbagai warung yang banyak tersebar di
berbagai sudut kota, para pemuda-pemuda yang tinggal di Jogjakarta akan lebih
banyak menghabiskan waktu disana, Apalagi dengan banyaknya fasilitas yang
ditawarkan oleh Warung Kopi sebagai penyedia tempat, seperti selain
harganya yang bersahabat, situasi,
kondisinya, dan dengan adanya fasilitas Wifi dan colokan,
telah menjadi paduan sempurna untuk mendukung untuk
duduk-ngopi-diskusi sampai berjam-jam lamanya. Sebagian dari pengunjung warung kopi yang umumnya adalah anak muda,
akan memanfaatkan fasilitas Wifi
untuk bermain game, download lagu-lagu dan film, bermain
sosial media dan masih banyak kegiatan lainnya. Selain itu, furniture atau
desain interior yang instagramable menjadi salah satu juga
yang dilihat dari anak remaja yang ingin ngopi.
Tak terkecuali bagi para Mahasiswa di Jogja. Bahkan
tak jarang waktu ngopi jauh lebih sering intensitasnya daripada waktu kuliah. Dan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa pergerakan, warung
kopi sudah menjadi kampus kedua yang menjadi sumber pengetahuan bagi mahasiswa pergerakan. Diakui atau
tidak, banyak mahasiswa pergerakan
yang merasakan manfaat dari adanya warung kopi tersebut. Karena Warung Kopi tidak seperti ruang
kelas yang tertutup dan adanya otoritas dosen yang mengekang. Di Warung Kopi, mahasiswa bebas
mempelajari apa saja karena tidak adanya otoritas yang mengekang dari dan oleh
siapa pun, semuanya bebas dan setara satu sama lain. Karena menurut sebagian
besar mahasiswa, khususnya
mahasiswa pergerakan, ngopi itu jauh lebih baik
daripada duduk di kelas mendengarkan celotehan dosen yang anggapan mereka tidak bermutu.
Sebab ngopi adalah tidak sekedar nyeruput (minum) kopi di cangkir, tapi lebih
dari itu adalah mendiskusikan segala hal dari seluruh penjuru dunia sampai
hal-hal sederhana seperti keadaan kampus saat ini.
Dan inilah keadaan ‘Ngopi’ di Yogyakarta saat ini,
terlebih di Indonesia. Bahwa ngopi bukan sekedar kegiatan yang dilakukan oleh
para orang-orang tua untuk mencegah ngantuk pada saat meronda. Namun, kegiatan
ngopi ini telah menjadi tren atau budaya yang tengah popular di kalangan anak
muda sekarang untuk sebagai media berkumpul dan bertukar pikiran.
Oleh : Qori' Khoiri Nur H F
0 Komentar