Beranda

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

BUDAYA NGOPI DI YOGYAKARTA : Warung Kopi Sebagai Kampus Kedua Bagi Mahasiswa


Saat sekarang ini siapa sih yang tidak menyukai kopi. Kegiatan ngopi saat ini sudah banyak digandrungi para kawula muda. Kalau dulu, ngopi hanya identik dengan para orang tua yang biasa menjaga pos ronda atau kegiatan-kegiatan begadang lainnya. Saat ini, aktivitas ngopi sudah menjamur di berbagai usia dan timbulah budaya Ngopi.

Yogyakarta, Kota yang dikenal dengan julukan Kota Pelajar ini, tentu tidak akan ketinggalan dengan budaya Ngopi tersebut. Dengan populernya budaya Ngopi di Yogyakarta, banyak sekali warung-warung Kopi mulai bermunculan. Dari yang harganya selangit sampai yang bersahabat juga ada. Khusus di sekitaran UIN, banyak warung kopi yang melegenda seperti; Blandongan, Kebun-laras, dan tak lupa Mato, sampai para pendatang baru seperti; Basa-basi café, Main-main café, dan lain-lain.

Dengan berbagai warung yang banyak tersebar di berbagai sudut kota, para pemuda-pemuda yang tinggal di Jogjakarta akan lebih banyak menghabiskan waktu disana, Apalagi dengan banyaknya fasilitas yang ditawarkan oleh Warung Kopi sebagai penyedia tempat, seperti selain harganya yang bersahabat, situasi, kondisinya, dan dengan adanya fasilitas Wifi dan colokan, telah menjadi paduan sempurna untuk mendukung untuk duduk-ngopi-diskusi sampai berjam-jam lamanya. Sebagian dari pengunjung warung kopi yang umumnya adalah anak muda, akan memanfaatkan fasilitas Wifi untuk bermain game, download lagu-lagu dan film, bermain sosial media dan masih banyak kegiatan lainnya. Selain itu, furniture atau desain interior yang instagramable menjadi salah satu juga yang dilihat dari anak remaja yang ingin ngopi. 


Tak terkecuali bagi para Mahasiswa di Jogja. Bahkan tak jarang waktu ngopi jauh lebih sering intensitasnya daripada waktu kuliah. Dan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa pergerakan, warung kopi sudah menjadi kampus kedua yang menjadi sumber pengetahuan bagi mahasiswa pergerakan. Diakui atau tidak, banyak mahasiswa pergerakan yang merasakan manfaat dari adanya warung kopi tersebut. Karena Warung Kopi tidak seperti ruang kelas yang tertutup dan adanya otoritas dosen yang mengekang. Di Warung Kopi, mahasiswa bebas mempelajari apa saja karena tidak adanya otoritas yang mengekang dari dan oleh siapa pun, semuanya bebas dan setara satu sama lain. Karena menurut sebagian besar mahasiswa, khususnya mahasiswa pergerakan, ngopi itu jauh lebih baik daripada duduk di kelas mendengarkan celotehan dosen yang anggapan mereka tidak bermutu. Sebab ngopi adalah tidak sekedar nyeruput (minum) kopi di cangkir, tapi lebih dari itu adalah mendiskusikan segala hal dari seluruh penjuru dunia sampai hal-hal sederhana seperti keadaan kampus saat ini.

Dan inilah keadaan ‘Ngopi’ di Yogyakarta saat ini, terlebih di Indonesia. Bahwa ngopi bukan sekedar kegiatan yang dilakukan oleh para orang-orang tua untuk mencegah ngantuk pada saat meronda. Namun, kegiatan ngopi ini telah menjadi tren atau budaya yang tengah popular di kalangan anak muda sekarang untuk sebagai media berkumpul dan bertukar pikiran. 


Oleh    : Qori' Khoiri Nur H F

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement