Beranda

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Sepenggal Alat Musik Angklung Dari Kota Gudeg: Melestarikan Alat-Alat Musik Tradisional Agar Tidak Ditinggalkan Oleh Masayarakat.

 


Oleh: Siti Nadariyah

Foto pemain angklung Carehal

 

Jogja.Cultural –informasi angklung Carehal “Cari Rezeki Halal

 

Dilansir dari Sejarahlengkap.com, Kata angklung berasal dari bahasa Sunda “angkleung-angkleung”, yang artinya gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata "klung" adalah suara nada yang dihasilkan instrument musik tersebut.

 

Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional yang terbuat dari potongan bambu, dimana sejak dahulu bambu memang akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bambu sering kali digunakan untuk membuat rumah, perabot rumah tangga, kerajinan bahkan digunakan sebagai bahan makanan. alat musik ini berkembang luas di Indonesia khususnya daerah Jawa Barat. Cara memainkan angklung berbeda dengan alat musik pada umumnya. Angklung dimainkan dengan cara digoyang atau digetarkan.

 

Angklung memiliki sejarah yang panjang dan sudah ada sejak dulu hingga berkembang sampai sekarang.  Dilansir dari Kompas.com, Dikutip dari buku Panduan Bermain Angklung (2010) karya Obby A.R Wiramihardha, sejarah angklung awalnya merupakan salah satu alat bunyi-bunyian yang digunakan untuk upacara-upacara yang berhubungan dengan padi. Angklung tidak digunakan sebagai kesenian murni, tetapi sebagai kesenian yang berfungsi dalam kegiatan kepercayaan.

Sejak zaman hindu, angklung pernah dipakai pada upacara ritual keagamaan (persembahyangan) sebagai pengganti genta (bel) yang digunakan oleh seorang pedanda (pendeta hindu) dalam upacara keagamaan. Pada masa Kerajaan Pajajaran (Hindu), angklung pernah dijadikan sebagai alat musik korp tentara kerajaan, dan pada saat terjadinya perang Bubat. Angklung dibunyikan oleh tentara kerajaan sebagai pembangkit semangat juang atau tempur.  Kota Yogyakarta sering menjadi tujuan paara wisatawan, baik wisata mancanegara maupun dalam negara.

 

Berbicara tentang Group Musik Tradisional Yogyakarta, Sebagian angklung bisa kita jumpai di lampu merah manapun, salah satunya di depan “kantor MWC NU”. Group Musik Tradisional ini lebih dikenal dengan nama “Angklung Carehal”, nama Carehal sendiri memiliki arti “Cari Rejeki Halal”. Ujar salah satu anggota angklung (08/06/2022). Dari nama Carehal dapat  diartikan sebagai apa yang mereka lakukan adalah hal yang positif dan bisa mendapatkan rejeki yang halal dengan membawakan lagu dari alat musik tradisional yang mereka mainkan dan dapat menghibur semua orang. Anggota Angklung Carehal kurang lebih terdiri dari 7 orang dan mereka sudah memiliki bagiannya sendiri-sendiri, terdapat 5 orang bermain musik, dan 2 orang yang keliling jika penonton ingin memberikan uang sebagai apresiasi.

 

Angklung Carehal mulai dari jam 10:00 sampai 17:00 grup ini juga bergabung dengan komunitas angklung di jogja yang didalamnya terdiri dari berbagai tim salah satunya raja wali, satria jogja, carehal, vanesa Mariska dan lain-lain. Angklung Carehal biasanya menggunakan beberapa alat musik tradisional seperti Angklung, Gambang, Basambung, Perkusi, dan Ketipung yang dipadukan menjadi satu-kesatuan harmoni dan irama yang enak untuk didengar. Mereka juga mengcover berbagai lagu mulai dari dangdut, pop, dan bahkan mengcover sholawat.

 

Angklung Carehal group musik yang luar biasa selain meramaikan suasana di siang hari sampai sore hari secara tidak langsung mereka juga memperkenalkan alat-alat musik tradisional yang kita miliki kepada para wisatawan mancanegara maupun dalam negara serta mereka juga turut melestarikan budaya dengan cara memainkan segala jenis genre musik menggunakan alat musik tradisional. “Masa pandemi ini sangat mempengaruhi penghasilan kami yang biasanya bisa mencapai Rp 100 keatas sekarang Cuma bisa mencapai Rp 80 perhari, kami biasanya juga bermain di daerah malioboro karena tidak boleh berkerumunan jadi kami mainnya di daerah lampu merah dan berpecahan”, ujar anggota grup. (08/06/22). Kalau hujan mereka tidak dapat bermain angklung mereka juga harus berpanas-panasan, walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu tetapi mereka seneng bermain angklung dan juga ingin melestarikan alat-alat musik tradisional agar tidak ditinggalkan oleh masayarakat.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement