SEPENGGAL CERITA TENTANG JOGJA : KOTA ISTIMEWA YANG INDAH NGANGENI
Jogjakarta seperti kota
imajinasi. Banyak impian dan banyak kenangan. Banyak kisah dan banyak pula tugu
yang bisa dimonumenkan. Sekalipun Jogja hanya menyiapkan satu tugu di dekat
poros titik nol, membujur lurus dari Merapi ke Pantai Selatan, Saya sepertinya
bisa membangun tugu sendiri sebagai penanda kisah.
Jogja semakin istimewa ketika
dicicipi. Keistimewaannya ada di antara sela-sela perjumpaan kita, di antara
waktu canda-tawa yang tertata harmoni di batas kota. Di Jogja, keistimewaan
sebuah relasi dirajut. Ada tali yang mengikat, yakni tugu yang dibangun atas
dasar tingginya harapan seperti Merapi dan luasnya kesan bak kerajaan Nyai
Pantai Selatan.
Di Jogja, tak jarang orang
menemukan kisah-kisah asmara. Di kota ini, jejak asmara mudah dikemas dan
diramu. Suasannya akrab disapa dan dekat di hati. Nina, kemudian menjajal
kisah-kisah itu dalam sebuah lirik lagu kurang lebih demikian: "Kutemukan cinta,
di indahnya Jogjakarta." Tapi ketika beranjak dan naik kereta, selalu ada
yang tertinggal. Tentunya kenangan.
Memang ada yang lain jika
Yogyakarta dibandingkan dengan kota-kota lain. Sebagai barometer budaya dan
pendidikan, tak salah jika kota ini terus berbenah untuk mengadapi perubahan
jaman. Masuknya budaya-budaya asing lewat para pendatang lewat berbagi media
membuat warga Yogya bertransformasi untuk mengadaptasi kebudayaan tersebut.
Yogya bisa menjadi contoh bagaimana pop culture berkembang disana. Budaya
dijadikan menjadi sesuatu yang populer seiring dengan berjalannya waktu.
Siapa tak kenal dengan
Yogyakarta Hip Hop Foundation. Group musik ini terkenal dengan celotehan
lagu-lagu bertempo cepat. Lagu tersbut makin naik daun saat momen keistimewaan
Yogyakarta yang terguncang. Lewat lirik-lirik lagu, maka group ini mencoba
menyuarakan perjuangan keistimewaan Yogyakarta. Genre hip-hop berbeda dengan
Campur Sari dari Gunung Kidul. Hip hop bisa dikatakan sebuah genre musik dari
luar Indonesia, namun bisa di transformasi untuk diadaptasi dengan budaya
setempat. Tak salah jika para pemainnya terasa kental sekali akan budaya Jawa
lewat aksen, lirik lagu dan pakaian batiknya. Inilah salah satu pop culture
yang banyak digandrungi anak-anak muda, bahkan merangsek kebeberapa daerah di
Indonesia. Berbicara tentang budaya yang populer di Kota Gudeg ini mungkin tak
akan ada habisnya. Masyarakat Yogya begitu kreatif dengan menciptakan dan
mengadaptasi sebuah seni dan menjadikannya familiar bagi warga dan pengunjungnya.
Dari sesuatu yang sebelumnya tidak dilirik orang, kini menjadi tatapan
berjuta-juta orang. Inilah uniknya Yogyakarta bagaimana menciptakan suryakanta
untuk hal yang kecil dijadikannya besar dan jelas.
Sangat sederhana saja jika
kita iseng jalan-jalan ke arah Gunung Kidul menjelang petang. Dulu mungkin
hanya sedikit yang melihat, namun banyak yang melewatkannya saja. Bukit
Bintang, di Hargo Dumilah, Pathuk ada sebuah bukit kecil yang menjadi tujuan para pelancong. Muda-mudi biasanya
menghabiskan senja hingga malam di lokasi ini. Sebenarnya tak jauh beda dengan
tempat-tempat lain, sebab hanya pemandangan lampu kota semata. Jika kita
berkunjung ke Malang Jawa Timur, tak beda jauh berkunjung ke Gunung Banyak di
Batu untuk menikmati lampu kota saat malam. Bukit Bintang menjadi tempat
favorit, walau hanya sebatas melihat lampu-lampu Kota Yogyakarta.
Semakin ke Selatan semakin
jelas kaca pembesar untuk melihat apa yang menjadi populer untuk Yogyakarta.
Wisata alam dan pantai adalah salah satunya. Yogya memiliki garis pantai yang
panjang dari perbatasan dengan Purworejo hingga Wonogiri semuanya menjadi
jujugan para pelancong. Mungkin tak beda jauh pantai-pantai disana, namun
mengapa begitu dinikmati dan menjadi mimpi-mimpi bagi mereka yang belum
menginjakkan kaki di Yogya. Siapa tak kenal dengan pantai Parang Tritis, sebuah
pantai dengan kentalnya legenda mistis. Tidak hanya Parang Tritis saja yang
kini menjadi favorit para pelancong, namun hampir semua pantai menjadi hot spot
destinasi wisata. Masyarakat setempat memberikan sentuhan supaya pantai menjadi
lebih popular. Pop culture dimainkan dengan memberi bumbu-bumbu cerita dan
legenda pantai, hingga memberi ciri khasnya. Pantai Ngobaran dari legenda Prabu
Brawijaya yang membakar diri bersama istrinya, Pantai Sundah berasal dari
perkelahian Anjing (Asu) dengan Landak, Pantai Siung dari kata Siung (gigi
taring) harimau yang ditemukan disana dan masih banyak lagi cerita-cerita
tentang asal-usul nama pantai. Nama-nama beken pantai kini sudah tak asing lagi
bagi para pelancong. Sekarang saatnya hanya menentukan mau kepantai mana dan
tinggal jalan saja sebab sudah banyak informasi yang bisa diperoleh. Hampir
semua pantai di Yogya sudah menjadi tujuan wisata, dan disinilah keberhasilan
bagaimana menjual dari yang belum dikenal hingga menjadi terkenal.
Sedikit balik kanan menuju
tengah-tengah Yogyakarta. Jika menilik peninggalan bersejarah, siapa tak
mengenal kraton dan candi-candi di Yogya ? Banyak peninggalan bersejarah kini
sudah diadaptasi dengan para pengunjung agar lebih populer dimata tamunya.
Tanpa diadaptasi dengan perkembangan jaman mungkin tempat-tempat tak lagi
menarik bagi para pengunjung. Sentuhan seiring perkembangan masa, maka
diciptakan sesuatu yang baru agar bisa terus berkembang. Andrawina, sebuah
bangunan pendamping dengan Candi Ratu Boko. Mungkin tanpa bangunan baru ini
para pelancong enggan naik ke bukit hanya untuk melihat puing-puing candi yang
berserakan. Reruntuhan dan pondasi Candi Boko ini tak menarik sama sekali
kecuali bagi mereka yang tergila-gila saja. Andrawina menjadi saya penyeimbang
bagi Raja Bangau sehingga pengunjung yang ingin melihat Yogya dari angkasa bisa
betah dan berlama-lama ditempat ini hingga larut malam. Tempat-tempat lain juga
begitu, dengan menyesuaikan dengan perubahan jaman sehingga tercipta sebuah
budaya baru.
oleh : Muhammad Syafiul Anam
0 Komentar