Beranda

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Artikel Supir Bus Banting Stir Jadi Pengamen Jalanan

 



Pandemi COVID-19 memaksa semua orang terus bergerak demi bertahan hidup, dalam segala keterbatasan. Seperti Sugeng yang harus banting setir dari sopir jadi pengamen Jaranan. Pria 72 tahun itu masih tegap berjalan di aspal panas jalanan Kota Yogyakarta. Memakai pakaian penari Jaranan lengkap dengan topengnya, Sugeng berjalan sambil menarik kotak pengeras suara. Gamelan Jaranan terus terdengar sepanjang langkah kaki warga asli batul, Yogyakarta

Setahun lalu, Sugeng mengajak istrinya tinggal di rumah kos di Kelurahan bantul, Kota Yogyakarta. Dia berniat kembali berkesenian, setelah pemilik bus yogya-Blitar memintanya tidak menjadi sopir dulu karena sepinya penumpang. Wabah Corona seketika mengubah jalur hidupnya, walaupun masih sama. Tetap menyusuri jalanan kota.
Saya cepat memutuskan harus kerja apa. Kalau hanya diam menanti apalagi mengandalkan bantuan, itu bukan jaminan untuk tetap hidup. Pokok obah mesti mamah asal bergerak pasti bisa makan

Berbekal kemampuannya menari Jaranan sewaktu masih muda, Sugeng kemudian hijrah ke Kota yogyakarta. Dipilihnya kota ini, selain jaraknya relatif dekat dengan semarang, warga Blitar dinilainya masih suka menikmati pementasan tari pengamen Jaranan.

Dia bersama istrinya tinggal di rumah kos yang tarif sewanya Rp 350 ribu per bulan. Layaknya orang kerja kantoran, sejak pukul 06.00 WIB, Sugeng dibantu istrinya sudah siap berdandan seperti penari Jaranan. Wajahnya yang mulai menampakkan guratan usia tua dipoles bedak, alisnya dibentuk memanjang. Tidak lupa polesan lipstik murahan digoreskan tebal di bibirnya. Pukul 07.00 WIB, Sugeng mulai keluar kos dan berjalan menyusuri gang sempit menuju jalan raya. Walaupun usianya memasuki senja, namun tapak kakinya nampak kuat melangkah walaupun tanpa alas kaki. "Semua juga bilang saya awet muda. Mungkin karena kebiasaan saya jalan jauh tanpa alas kaki ini ya. Mosok ono jaranan gawe sepatu Mbak," jawabnya

Suka dan duka orang ngamen itu tidak terlepas dari pemberian, tergantung besar kecilnya pemberi. Kadang orang-orang yang didatangi belum tentu mereka welcome dengannya. Menurut Sugeng, di lapangan saat bertemu orang sering ada penolakan. Penolakan itu macam-macam: pertama, tangan kotor, kedua bisa karena mereka baru datang jajan, ketiga mau merokok dompetnya terselip, keempat ada yang bengong, kelima ada yang mengobrol, keenam kebetulan tidak mempunyai uang kecil dan lain-lain.Bagi Sugeng, dirinya selalu tersenyum karena mau lebih dulu menghibur orang lain. keras, pantang menyerah dan tanggung jawab kepada keluarga membuat dirinya tetap kuat dan semangat menjadi musisi jalanan

Begitu ada orang yang membawa anak kecil dan tertarik melihat dandanannya, Sugeng berhenti untuk menari. Mereka pun kemudian memberikan uang tanpa Sugeng minta. Begitu terus yang dilakukannya sampai waktu menjelang petang. Jika jatah rezekinya banyak, dalam sehari Sugeng bisa membawa pulang Rp 50 ribu. Namun jika saatnya sedikit, pengamen Jaranan ini pernah membawa uang hanya Rp 10 ribu.

Ada juga yang lihat saya dari jauh sudah nyuruh saya pergi. Tapi saya gak sakit hati. Namanya manusia beda-beda. Asal saya gak ngemis saja," pungkasnya Keyakinan kepada Tuhan menjadi kunci utama bagi Pieter menjalani aktivitasnya sebagai seorang pengamen jalanan. Perjalan sugeng  sebagai musisi jalanan bukan hanya sekedar pengamen biasa. Sugeng  telah menerima banyak penghargaan. Pieter sangat berterima kasih bagi semua orang yang telah memberikan apresiasi bagi dirinya.

 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement