Pandemi COVID-19 memaksa semua orang terus bergerak demi bertahan hidup, dalam segala keterbatasan. Seperti Sugeng yang harus banting setir dari sopir jadi pengamen Jaranan. Pria 72 tahun itu masih tegap berjalan di aspal panas jalanan Kota Yogyakarta. Memakai pakaian penari Jaranan lengkap dengan topengnya, Sugeng berjalan sambil menarik kotak pengeras suara. Gamelan Jaranan terus terdengar sepanjang langkah kaki warga asli batul, Yogyakarta
Berbekal kemampuannya
menari Jaranan sewaktu masih muda, Sugeng kemudian hijrah ke Kota yogyakarta.
Dipilihnya kota ini, selain jaraknya relatif dekat dengan semarang, warga
Blitar dinilainya masih suka menikmati pementasan tari pengamen Jaranan.
Dia bersama istrinya
tinggal di rumah kos yang tarif sewanya Rp 350 ribu per bulan. Layaknya orang
kerja kantoran, sejak pukul 06.00 WIB, Sugeng dibantu istrinya sudah siap
berdandan seperti penari Jaranan. Wajahnya yang mulai menampakkan guratan usia
tua dipoles bedak, alisnya dibentuk memanjang. Tidak lupa polesan lipstik
murahan digoreskan tebal di bibirnya. Pukul 07.00 WIB, Sugeng mulai keluar kos
dan berjalan menyusuri gang sempit menuju jalan raya. Walaupun usianya memasuki
senja, namun tapak kakinya nampak kuat melangkah walaupun tanpa alas kaki. "Semua
juga bilang saya awet muda. Mungkin karena kebiasaan saya jalan jauh tanpa alas
kaki ini ya. Mosok ono jaranan gawe sepatu Mbak," jawabnya
Suka dan duka orang
ngamen itu tidak terlepas dari pemberian, tergantung besar kecilnya pemberi. Kadang
orang-orang yang didatangi belum tentu mereka welcome dengannya. Menurut Sugeng,
di lapangan saat bertemu orang sering ada penolakan. Penolakan itu macam-macam:
pertama, tangan kotor, kedua bisa karena mereka baru datang jajan, ketiga mau
merokok dompetnya terselip, keempat ada yang bengong, kelima ada yang
mengobrol, keenam kebetulan tidak mempunyai uang kecil dan lain-lain.Bagi
Sugeng, dirinya selalu tersenyum karena mau lebih dulu menghibur orang lain. keras,
pantang menyerah dan tanggung jawab kepada keluarga membuat dirinya tetap kuat
dan semangat menjadi musisi jalanan
Ada juga yang lihat
saya dari jauh sudah nyuruh saya pergi. Tapi saya gak sakit hati. Namanya
manusia beda-beda. Asal saya gak ngemis saja," pungkasnya Keyakinan kepada Tuhan menjadi kunci utama
bagi Pieter menjalani aktivitasnya sebagai seorang pengamen jalanan. Perjalan sugeng
sebagai musisi jalanan bukan hanya
sekedar pengamen biasa. Sugeng telah
menerima banyak penghargaan. Pieter sangat berterima kasih bagi semua orang
yang telah memberikan apresiasi bagi dirinya.
0 Komentar