Beranda

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Artikel Wawancara dengan Pemain Angklung di Yogyakarta

 


 

Begitu banyak hal menarik dan unik di Yogyakarta, salah satunya kelompok pengamen yang terdiri dari lima anggota atau lebih. Setiap kelompok mengamen di daerah yang berbeda-beda, akan tetapi tetap konsisten berhenti di tempat-tempat pusat keramaian atau di pinggir jalan yang terdapat traffic light. Mengamen dengan menampilkan salah satu keahlian mereka yaitu memainkan alat musik tradisional bernama angklung serta alat musik pengiring lain seperti Gambang, Kendang, serta Simbal, sehingga menghasilkan irama musik yang meriah.

Kebutuhan hiduplah yang mendorong pengamen tersebut mengamen, ada sebuah keinginan agar dapat diakui keberadaannya dan dapat diterima oleh masyarakat ditengah keadaan yang dapat dikatakan kurang beruntung secara ekonomi, sehingga menyebabkan mereka menjadi golongan masyarakat marginal. Pekerjaan yang tidak pasti bahkan pengangguran tentu membuat mereka menjadi lemah secara status sosial, sehingga dengan cara mengamen angklung berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan melakukan sesuatu yang bisa sekreatif mungkin.

Kelompok pengamen angklung menjadikan jalanan sebagai panggung promosi di mana jalanan merupakan tempat bagi mereka untuk dapat mempromosikan keberadaan kelompoknya, agar mendapatkan respon positif dari orang-orang sehingga mendukung mereka untuk dapat mengaktualisasikan dirinya. Jalanan merupakan tempat yang strategis karena di samping mempromosikan keberadaanya, sekaligus mengamen di jalanan.

Salah satu grup alat musik angklung yang berada di Jogja yaitu  “Satria Jogja”, grup ini beranggotakan 7 orang. Dibentuk sejak tahun 2010 silam, sudah 12 tahun grup ini berdiri. Pada kesempatan kali ini saya dan teman-teman kelompok mewawancarai salah satu anggotanya yang bernama Mas Upi pemuda asal Jogja yang gemar memainkan angklung dan tergabung di dalam grup tersebut.

Pendapatan yang mereka terima dari hasil mengamen di jalanan kurang lebih 200rb untuk sekali main. Kalau yang mengamen 4 orang maka setiap orang mendapatkan uang sebesar 50ribu. Mulai start main jam 10 sampai setengah 12 siang lalu istirahat sebentar, nyambung lagi jam 1 sampai setengah 3 siang, nanti mulai lagi jam setengah 4 sampai jam 5. Mereka memainkannya secara bergantian, kecuali jika mereka tampil di Malioboro yang tampil 7 orang. “Akibat adanya kebijakan PPKM di Jogja sehingga penghasilan kami jadi ikut menurun”, tuturnya. Mereka dapat penghasilan lebih jika mendapatkan job seperti tampil di hajatan, hotel, dan lain-lain.

Grup ini juga tidak cuma semata-mata mengamen, mereka juga aktif di sosial media seperti Tiktok, Instagram dan YouTube dengan merekam video lalu menguploadnya sehingga mereka cukup diterima baik di kalangan masyarakat. Biasanya mereka mengcover lagu-lagu seperti sekarang memadukan aliran dangdut, pop, dan dj pada saat mereka tampil. Dengan membuat konten di YouTube mereka berharap juga penghasilan mereka menjadi bertambah. Media sosial adalah jembatan mereka untuk mempromosikan hasil karya yang mereka ciptakan. Semangat mereka untuk bisa melestarikan alat musik tradisional juga sangat tinggi.

Mas UPI juga menuturkan, “ suka dan duka selama bermain angklung ini ya suka nya lebih banyak teman, melatih kekompakan satu sama lain, dan merasa bangga bisa melestarikan alat musik tradisional kalau untuk duka nya paling ketika hujan turun tidak bisa mengamen belum lagi masa pandemi ini untuk mengamen di Malioboro harus di stop dulu untuk mengurangi kerumunan masyarakat jika kami mengamen di Malioboro.” Motivasi yang mereka harapkan adalah agar kedepannya lebih maju lagi untuk mengenalkan grup angklung “Satria Jogja” dan mereka juga berharap agar nantinya tidak perlu lagi mengamen di jalanan mungkin bisa ada tempat agar tidak kepanasan dan kehujanan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement