Begitu banyak hal menarik
dan unik di Yogyakarta, salah satunya kelompok pengamen yang terdiri dari lima
anggota atau lebih. Setiap kelompok mengamen di daerah yang berbeda-beda, akan
tetapi tetap konsisten berhenti di tempat-tempat pusat keramaian atau di
pinggir jalan yang terdapat traffic light. Mengamen dengan menampilkan salah
satu keahlian mereka yaitu memainkan alat musik tradisional bernama angklung
serta alat musik pengiring lain seperti Gambang, Kendang, serta Simbal,
sehingga menghasilkan irama musik yang meriah.
Kebutuhan hiduplah yang
mendorong pengamen tersebut mengamen, ada sebuah keinginan agar dapat diakui
keberadaannya dan dapat diterima oleh masyarakat ditengah keadaan yang dapat
dikatakan kurang beruntung secara ekonomi, sehingga menyebabkan mereka menjadi
golongan masyarakat marginal. Pekerjaan yang tidak pasti bahkan pengangguran
tentu membuat mereka menjadi lemah secara status sosial, sehingga dengan cara
mengamen angklung berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan melakukan sesuatu yang
bisa sekreatif mungkin.
Kelompok pengamen angklung
menjadikan jalanan sebagai panggung promosi di mana jalanan merupakan tempat
bagi mereka untuk dapat mempromosikan keberadaan kelompoknya, agar mendapatkan
respon positif dari orang-orang sehingga mendukung mereka untuk dapat
mengaktualisasikan dirinya. Jalanan merupakan tempat yang strategis karena di
samping mempromosikan keberadaanya, sekaligus mengamen di jalanan.
Salah satu grup alat musik
angklung yang berada di Jogja yaitu “Satria
Jogja”, grup ini beranggotakan 7 orang. Dibentuk sejak tahun 2010 silam, sudah
12 tahun grup ini berdiri. Pada kesempatan kali ini saya dan teman-teman
kelompok mewawancarai salah satu anggotanya yang bernama Mas Upi pemuda asal
Jogja yang gemar memainkan angklung dan tergabung di dalam grup tersebut.
Pendapatan yang mereka
terima dari hasil mengamen di jalanan kurang lebih 200rb untuk sekali main.
Kalau yang mengamen 4 orang maka setiap orang mendapatkan uang sebesar 50ribu.
Mulai start main jam 10 sampai setengah 12 siang lalu istirahat sebentar,
nyambung lagi jam 1 sampai setengah 3 siang, nanti mulai lagi jam setengah 4
sampai jam 5. Mereka memainkannya secara bergantian, kecuali jika mereka tampil
di Malioboro yang tampil 7 orang. “Akibat adanya kebijakan PPKM di Jogja
sehingga penghasilan kami jadi ikut menurun”, tuturnya. Mereka dapat
penghasilan lebih jika mendapatkan job seperti tampil di hajatan, hotel, dan
lain-lain.
Grup ini juga tidak cuma
semata-mata mengamen, mereka juga aktif di sosial media seperti Tiktok,
Instagram dan YouTube dengan merekam video lalu menguploadnya sehingga mereka
cukup diterima baik di kalangan masyarakat. Biasanya mereka mengcover lagu-lagu
seperti sekarang memadukan aliran dangdut, pop, dan dj pada saat mereka tampil.
Dengan membuat konten di YouTube mereka berharap juga penghasilan mereka
menjadi bertambah. Media sosial adalah jembatan mereka untuk mempromosikan
hasil karya yang mereka ciptakan. Semangat mereka untuk bisa melestarikan alat
musik tradisional juga sangat tinggi.
Mas UPI juga menuturkan, “
suka dan duka selama bermain angklung ini ya suka nya lebih banyak teman, melatih
kekompakan satu sama lain, dan merasa bangga bisa melestarikan alat musik
tradisional kalau untuk duka nya paling ketika hujan turun tidak bisa mengamen
belum lagi masa pandemi ini untuk mengamen di Malioboro harus di stop dulu untuk
mengurangi kerumunan masyarakat jika kami mengamen di Malioboro.” Motivasi yang
mereka harapkan adalah agar kedepannya lebih maju lagi untuk mengenalkan grup
angklung “Satria Jogja” dan mereka juga berharap agar nantinya tidak perlu lagi
mengamen di jalanan mungkin bisa ada tempat agar tidak kepanasan dan kehujanan.
0 Komentar